Monday, May 31, 2021

Orang Baik vs Religius

 Akhir-akhir ini tersiar kabar yang menggemparkan, seorang oknum guru mengaji di Bekasi ketahuan telah memperkosa muridnya di masjid, tidak hanya sekali tapi berulang kali. Aksi tersebut diawali pelaku meminta janjian dengan muridnya melalui whatsapp, lalu menjemputnya. Setelah dijemput lalu dibawa ke masjid. Sepanjang perjalanan, sang murid diiming-imingi, akan diberikan ini dan itu, dibelikan mukena dan uang Rp 400 ribu. Setelah kejadian ini, aksi berikutnya berulang, tidak hanya sekali dua kali. Bukan hanya itu, terakhir, di beberapa platform berita digital, ramai memberitakan seorang oknum pendeta di Surabaya memperkosa anak di bawah umur.

Berita demikian tidak hanya satu dua yang melintas di siaran berita TV setiap harinya. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin seorang yang dikenal sangat memahami agama melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hal yang dipegangnya sebagai keyakinan.

Ternyata ada perbedaan yang cukup besar antara taat beribadah dengan memiliki budi pekerti yang luhur. Taat beragama ternyata sama sekali tak menjamin perilaku seseorang. Berapa banyak yang kita temui, yang rajin mengikuti pengajian tetapi tak henti menyakiti orang lain. Atau yang berkali-kali menunakan ibadah haji tetapi juga melakukan korupsi di kantornya.

Menurut tulisan seorang di blognya berpendapat bahwa persoalan utamanya adalah pada kesalahan cara berpikir. Banyak orang yang memahami agama dalam pengertian ritual dan fiqih belaka. Dalam konsep mereka, beragama berarti melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan melagukan (bukannya membaca) Alquran. Padahal esensi beragama bukan disitu. Esensi beragama justru pada budi pekerti yang mulia.

Kedua, agama sering dipahami sebagai serangkaian peraturan dan larangan. Dengan demikian makna agama telah tereduksi sedemikian rupa menjadi kewajiban dan bukan kebutuhan. Agama diajarkan dengan pendekatan hukum, bukannya dengan pendekatan kebutuhan dan komitmen . Ini menjauhkan agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah sebuah cara hidup (way of life), apalagi cara berpikir (way of thinking).

Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan tertinggi manusia. Kita tidak beribadah karena surga dan neraka tetapi karena kita membutuhkannya secara rohani. Kita beribadah karena kita menginginkan kesejukan dan kedamaian batin. Kita berbuat baik bukan karena takut tapi karena kita tak ingin melukai diri kita sendiri dengan perbuatan yang jahat.

Hakekat beragama sebetulnya adalah berbudi luhur. Karena itu orang yang ''beragama'' seharusnya juga menjadi orang yang baik. Karena sesungguhnya agama adalah penyempurna akhlak. Seorang haruslah memiliki akhlak yang baik dan kemudian disempurnakan oleh agamanya.

Ushikum wa nafsi bitaqwallahi wa la haula wala quwwata illa billah


Menghitung besar kalor

 CONTOH SOAL